Assalammualaikum,
Beberapa hari ini brand yang saya pegang lagi gencar-gencarnya ngomongin tentang Hari Anak Nasional yang jatuh pada esok hari, 23 Juli 2016. Mulai dari ucapan Hari Anak Nasional, promo hingga bikin konten yang related dengan tema Hari Anak Nasional tahun ini. Karena hal inilah, saya pun tertarik untuk nulis seputar Hari Anak Nasional di blog. Nah, berhubung tema Hari Anak Nasional tahun ini adalah "Akhiri Kekerasan pada Anak" kiranya sangat menarik untuk dikulik lebih jauh.
Mengutip dari wikipedia:
Menurut data yang dikumpulkan oleh Pusat Data dan Informasi Komisi Nasional Perlindungan Anak dari tahun 2010 hingga tahun 2014 tercatat sebanyak 21.869.797 kasus pelanggaran hak anak, yang tersebar di 34 provinsi, dan 179 kabupaten dan kota. Sebesar 42-58% dari pelanggaran hak anak itu, katanya, merupakan kejahatan seksual terhadap anak. Selebihnya adalah kasus kekerasan fisik, dan penelantaran anak.
Kamu pasti ingat kasus Angeline yang disiksa hingga akhirnya meninggal karena siksaan yang dilakukan oleh ibu angkatnya selama bertahun-tahun. Belum lagi belakangan santer berita tentang kekerasan seksual pada anak yang banyak terjadi di Indonesia dan umumnya kekerasan pada anak ini terjadi di ruang lingkup yang nggak jauh-jauh amat dari keluarga. Miris!
Bukankah anak adalah anugerah yang dipercayakan Tuhan pada kita sebagai orangtua untuk merawat, mendidik dan memberikan kasih sayang selama hidupnya? Bukankah anak, baik itu anak kandung, anak tiri atau anak angkat adalah sumber kebahagiaan dan rejeki? Bukankah anak adalah penerus darah, warisan nyata DNA-mu juga generasi suatu bangsa?
Arist Merdeka Sirait dari Komisi Nasional Perlindungan Anak menjelaskan ada empat penyebab utama terjadinya kekerasan terhadap anak. Pertama, ada anak berpotensi menjadi korban. Maksudnya adalah anak yang tidak bisa diam, tidak menurut, cengeng, penakut, pemalas dan penakut sangat rentan oleh kekerasan fisik dan psikis. Hal ini dikarenakan adanya faktor bawaan anak tersebut hiperaktif, selain itu faktor ketidaktahuan orangtua, maupun guru sebagai pendidik anak-anak mengenai kondisi anak tersebut.
Penyebab kedua yaitu adanya anak atau orang dewasa yang berpotensi menjadi pelaku kekerasan. Dijelaskan lebih lanjut untuk anak yang berpotensi menjadi pelaku kekerasan disebabkan oleh beberapa hal yakni meniru atau mengimitasi dari orangtua, teman, siaran televisi, video game, dan film. Hal lainnya, pernah mengalami sebagai korban bullying dari sesama teman, korban kekerasan dari anak dewasa, dan juga adanya tekanan dari kelompok.
Anak dewasa yang berpotensi menjadi pelaku kekerasan pada anak digolongkan menjadi dua yakni pelaku kekerasan fisik psikis (biasanya disebabkan oleh faktor kepribadian, seperti otoriter, kaku, kasar dan agresif serta tekanan pekerjaan, ekonomi, masalah keluarga dll) dan pelaku kekerasan seksual yang disebabkan oleh faktor pergaulan teman,kelainan biologis, problem seksual dalam diri atau dalam keluarga, dan pengaruh akses pornografi maupun miras.
Adanya peluang kekerasan tanpa pengawasan atau perlindungan menjadi faktor penyebab ketiga. Biasanya sering dialami oleh anak-anak yang tinggal dengan pembantu, ayah atau ibu tiri maupun paman dan saudaranya.
Yang keempat dipicu dari korban dan pelaku. Contoh untuk pemicu dari korban adalah biasanya anak yang rewel, aktifitas berlebihan, tidak menurut perintah, merusak barang-barang. Sedangkan terkait pemicu dari pelaku untuk kekerasan fisik dan psikis biasanya disebabkan oleh kondisi yang tertekan, ekonomi, masalah rumah tangga. Lalu untuk kekerasan seksual pemicunya adalah rangsangan pornografi, pengaruh minuman keras dan dorongan seksual yang tak tersalurkan.
Sebagian besar tindakan kekerasan pada anak terjadi di rumah yang menjadi tempat ia tinggal, dari sekolah, di lingkungan sekitar dan organisasi. Contoh kekerasan fisik pada anak yaitu menendang, mencubit, memukul yang seringnya mengarah pada penyiksaan. Kekerasan seksual dapat dilakukan oleh orang dewasa atau teman sebaya dengan cara menyentuh bagian vital anak, menyuruh anak untuk memegang alat kelamin atau pemaksaan hubungan seksual. Lain halnya dengan kekerasan emosional pada anak yaitu dengan menakuti, mengancam, mencemooh, menghina dan memaksa.
Beberapa hal dapat dilakukan orangtua untuk mencegah terjadinya kekerasan pada anak seperti berikut ini:
1. Pihak sekolah perlu untuk memasang CCTV
2. Bekali pendidikan budi pekerti
3. Peran orangtua dan mendidik dan berperilaku di rumah
4. Memaksimalkan peran sekolah
5. Pembekalan ilmu beladiri
6. Mengawasi tontonan anak
Harapan semua orangtua pastinya tindak kekerasan pada anak ini berkurang juga adanya kesadaran dari masing-masing orangtua, guru, keluarga dan masyarakat untuk memberikan hak anak sesuai porsinya. Karena anak-anak ini adalah tumpuan dari masa depan bangsa.
Selamat Hari Anak Nasional untuk anak Indonesia!
Ayo dukung semua bakat dan potensi anak dengan kasih sayang dan berikan mereka kesempatan.
Semoga makin banyak orang yang sadar soal ini ya. Dan walaupun waktu kecil misalnya mendapat perlakukan kekerasan, semoga ngga diturunkan ke anaknya ya.
BalasHapusAamiinn! :)
HapusAmin.. semoga kekerasan pada anak berkurang ya mba :) semoga orang2 sadar bahwa kekerasan bukan solusi :)
BalasHapusSetuju banget han, kasian ya kalo anak anak kecil dihukum dipukul dll
Hapus