Selain memperhatikan perkembangan fisik & kecerdasan otak, orangtua juga perlu memantau perkembangan kemampuan sosial dan emosional anak terutama di masa transisi seperti sekarang ini. Hal ini karena perkembangan sosial emosional anak merupakan bekal penting membentuk karakter anak dimana pun ia berada. Untuk itu, di tulisan kali ini aku akan berbagai cara stimulasi sosial emosional anak di masa transisi agar siap bersosialisasi di masa depan. Shall we start now?
Pertumbuhan sosial emosional yang
stabil diperlukan untuk menghadapi beragam tekanan, baik itu dari lingkungan
keluarga sendiri, tekanan teman-teman bermainnya, hingga kondisi kritis yang mungkin
dihadapinya di masa depan.
Menyambut kehangatan Hari
Keluarga Nasional yang jatuh pada tanggal 29 Juni, Danone Indonesia
menyelenggarakan kegiatan webinar yang
mengangkat tema Kiat Keluarga Indonesia
Optimalkan Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi dengan menghadirkan
pembicara dr. Irma Ardiana, MAPS
Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak, Dokter Spesialis Tumbuh Kembang Anak
Dr. dr. Bernie Endyarni Medise, Sp.A (K), MPH, dan Ibu Inspiratif Founder Joyful Parenting 101 Cici Desri.
Kiat Keluarga Indonesia Optimalkan Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi
Selama hampir dua tahun,
pembatasan fisik dan sosial akibat pandemi menyebabkan masalah kesehatan yang
mempengaruhi emosional, mental, dan perkembangan terutama pada anak. Anak-anak
usia dini kehilangan tingkat interaksi yang merupakan tonggak penting bagi
perkembangan sosial emosionalnya.
Memasuki masa transisi dimana
orangtua maupun anak mulai memiliki rutinitas baru dan lebih banyak
berinteraksi dengan lingkungan sosial menuntut adanya upaya adaptif. Tiap
keluarga diharapkan dapat merespon secara memadai terhadap perubahan yang
diperlukan dan menguatkan fungsi-fungsi keluarga agar mampu menghadapi situasi
yang tidak diinginkan.
Perkembangan sosial emosional
anak adalah kepekaan anak untuk memahami perasaan orang lain ketika berinteraksi
dalam kehidupan sehari-hari. Keterampilan sosial-emosional sangat penting untuk
berhubungan dengan orang lain. Ya! Kemampuan ini membantu mengelola emosi anak
dalam membangun hubungan yang sehat dan merasakan empati. Adapun beberapa contoh
keterampilan sosial-emosional yang sebaiknya dipelajari sedini mungkin, seperti:
- Kemampuan mengenali jika orang lain merasa sedih, dan menanyakan apakah mereka baik-baik saja
- Kemampuan mengekspresikan diri di depan teman-teman dan orangtua dengan cara yang berbeda
- Kemampuan memahami pikiran dan perasaan diri sendiri, dan mampu berhubungan dengan orang lain
Corporate Communications Director Danone Indonesia Arif Mujahidin mengatakan,
“Momen transisi menjadi kesempatan baik untuk mengasah dan mengoptimalkan
tumbuh kembang anak, utamanya dalam perkembangan sosial emosionalnya. Anak usia
dini pada dasarnya rentan karena mereka bergantung pada orang dewasa untuk
memenuhi kebutuhan paling dasarnya. Kami memahami bahwa anak membutuhkan
lingkungan terdekatnya untuk merangsang dan memberikan kesempatan tumbuh
kembang yang optimal.”
Arif menambahkan, “Sebagai
perusahaan yang ramah keluarga, kami juga memberikan dukungan kepada para orangtua
agar si Kecil dapat tumbuh optimal melalui pemberian cuti melahirkan bagi
karyawan kami yakni cuti 6 bulan bagi ibu dan 10 hari bagi ayah. Kami juga
secara aktif memberikan edukasi seputar kesehatan dan nutrisi untuk publik
seperti halnya dalam Bicara Gizi hari ini. Kami berharap kegiatan ini dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kolaborasi orangtua untuk
dapat memberikan stimulus yang tepat agar mencapai keberhasilan dalam
mengembangkan aspek sosial emosional anak.”
Pola Pengasuhan Kolaboratif Diperlukan untuk Membantu Anak Meningkatkan Kemampuan Sosial Emosional
Mengenai pola asuh, survei BKKBN
mengungkapkan bahwa selama pandemi COVID-19, 71,5% pasangan suami istri telah
melakukan pola pengasuhan kolaboratif, 21,7% mengatakan istri dominan, dan 5,8% hanya
istri saja. Di sisi lain, data
UNICEF menyebutkan bahwa selama pandemi orang tua mengalami tingkat stress dan
depresi yang lebih tinggi, serta menilai pengasuhan anak di rumah saja memiliki
risiko tersendiri. Kondisi ini sangat mungkin menghambat kemampuan orang tua
untuk mengatasi emosi dan kebutuhan psikologis anak.
Di masa pandemi anak-anak banyak
menghabiskan waktu di rumah saja hanya dengan berinteraksi dengan orangtuanya
atau orang yang ada di rumah. Kita saja yang dewasa bisa merasakan stress selama
beraktivitas di rumah saja, bagaimana dengan anak-anak? Tentu mereka merasakan hal
yang sama hanya mungkin kesulitan untuk mengungkapkannya sehingga peran pola
asuh kolaboratif orangtua sangat diperlukan di momen seperti ini.
Adapun cara untuk mengembangkan
sosial emosional anak yang bisa dilakukan di rumah agar menjadi anak hebat yaitu:
- Jalin komunikasi yang baik dengan anak
- Mengizinkan anak merasakan perasaannya, tidak apa-apa merasa sedih, kesal, atau kecewa
- Ekspresikan rasa sayang kamu sebagai orangtua
- Gunakan ekpresi yang sederhana, hindari sarkasme atau emosi yang kompleks
- Alihkan perhatian ketika anak mengamuk
- Sabar dan beri waktu
- Beri teladan yang baik
- Responsif terhadap emosi yang anak rasakan
- Komunikasikan dua arah, dorong anak mencari solusi
- Belajar sosial emosional melalui aktivitas bermain bersama
Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak, Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN), dr. Irma Ardiana, MAPS menerangkan bahwa gaya pengasuhan memengaruhi
perkembangan kognitif, emosional, dan sosial anak. Pengasuhan bersama
menekankan komunikasi, negosiasi, kompromi, dan pendekatan inklusif untuk
pengambilan keputusan dan pembagian peran keluarga. “Pengasuhan bersama antara
ayah dan ibu menawarkan cinta, penerimaan, penghargaan, dorongan, dan bimbingan
kepada anak-anak mereka. Peran orang tua yang tepat dalam memberikan dorongan,
dukungan, nutrisi, dan akses ke aktivitas untuk membantu anak memenuhi milestone
aspek perkembangan merupakan hal yang penting. Dalam konteks percepatan
penurunan stunting, pengasuhan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) menjadi sangat
penting untuk memastikan kebutuhan nutrisi dan psiko-sosial sejak janin sampai
dengan anak usia 23 bulan. Peran Tim Pendamping Keluarga menjadi krusial untuk
mendampingi keluarga berisiko stunting dalam pemberian informasi pengasuhan di
Bina Keluarga Balita. Pola asuh yang tepat dari orangtua dinilai mampu
membentuk anak yang hebat dan berkualitas di masa depan.”
Aspek Sosial dan Emosional Sangat Penting Bagi Anak Untuk Mencapai Semua Aspek Kehidupannya
Dalam webinar tersebut, Dokter Spesialis Tumbuh Kembang Anak Dr. dr. Bernie Endyarni Medise, Sp.A (K), MPH menjelaskan bahwa aspek sosial dan emosional sangat penting bagi anak untuk mencapai semua aspek kehidupannya dan bersaing di fase kehidupan selanjutnya dimulai dari remaja hingga lanjut usia. Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk memiliki pemahaman yang baik mengenai perkembangan sosial emosional anak khususnya di masa transisi pasca pandemi saat ini.
“Bagi anak-anak, kebingungan
menghadapi perubahan ruang dan rutinitas baru saat kembali menjalani kehidupan
dan interaksi sosial dapat meningkatkan masalah sosial-emosional yang dampaknya
bisa berbeda tergantung dengan usia anak dan dukungan dari lingkungannya.
Gangguan perkembangan emosi dan sosial dapat mempengaruhi terjadinya masalah
kesehatan di masa dewasa, seperti gangguan kognitif, depresi, dan potensi
penyakit tidak menular,” ungkap Dr. dr. Bernie.
Orangtua adalah aktor utama dalam membantu keterampilan sosial emosional
anak, sehingga ia mampu menjalin hubungan yang sehat dengan teman dan anggota
keluarga. Makanya memang sepenting itu perkembangan sosial emosioal anak untuk
mencapai kehidupannya kelak di masa depan. Bahkan, anak-anak yang mempunyai
keterampilan sosial emosional yang sehat, lebih mungkin berhasil di sekolah,
pekerjaan, dan kehidupan.
Memang pertumbuhan sosial emosional anak
membutuhkan waktu yang dimulai dari pengalaman awal dengan orangtua, keluarga
dan teman sebaya. Dokter Bernie juga menjelaskan mengenai fakta bahwa
perkembangan emosi dan sosial berkaitan erat dengan kecerdasan otak dan sistem
pencernaan yang sehat. Ketiganya saling terkait dan berpengaruh signifikan
terhadap tumbuh kembang anak agar anak dapat tumbuh menjadi anak hebat. “Agar
anak-anak dapat beradaptasi kembali dengan normal, memiliki keterampilan sosial-emosional
yang memadai, serta memiliki kemampuan berpikir yang baik, maka orang tua perlu
memantau perkembangan sosial emosional anak secara berkala serta memberikan
stimulasi dan nutrisi yang tepat untuk kecerdasan otak serta pencernaan yang sehat.” ungkap dr. Bernie.
Aktivitas untuk Mengembangkan Aspek Sosial Emosional Anak dalam Kehidupan Sehari-hari
Di kesempatan
yang sama, Ibu Inspiratif Founder Joyful
Parenting 101 Cici Desri menceritakan pengalamannya saat mempersiapkan si
Kecil menghadapi transisi untuk kembali berinteraksi dengan lingkungan sosial. “Setelah menjalani pembatasan sosial
selama hampir dua tahun, saya melihat ada banyak tantangan yang dihadapi si
Kecil untuk kembali bersosialisasi dengan dunia luar. Proses adaptasi pun tidak
selalu berjalan dengan mudah, mulai dari kekagetan si Kecil yang bertemu dengan
banyak orang baru, beraktivitas dan berinteraksi dengan banyak orang membuat si
kecil kadang juga menjadi frustasi. Menghadapi hal tersebut, saya dan suami
mengambil bagian dalam pengasuhan dan memperkuat keterlibatan dengan si Kecil
terlebih pada fase transisi saat ini,” kisah Cici.
Cici
menceritakan sebagai orangtua, ia dan suami, mendorong si Kecil untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan secara verbal sehingga mereka dapat
mengetahui apa yang dirasakan si Kecil secara emosional. Selain itu ia juga
menghubungi guru dan staf terkait lainnya di sekolah si Kecil untuk memantau
cara si Kecil mengatasi dan mengikuti tugas atau kegiatan. Ia juga
berkonsultasi dengan Dokter Spesialis Anak Konsultan Tumbuh Kembang untuk
mengetahui lebih jauh upaya yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan tumbuh
kembang si Kecil.
Untuk
mengembangkan kemampuan sosial emosional anak bisa dengan melakukan beragam
aktivitas di dalam kehidupan sehari-hari seperti:
- Mengarang suatu cerita
- Bermain papan permainan
- Menggambar ekspresi
- Meniup lilin
- Mengucapka pujian
- Permainan “Coba Tebak Apa yang Terjadi?”
- Membuat dongeng bersama
Aktivitas permainan di atas membantu anak untuk melatih kemampuan sosial emosional dari rumah sehingga dapat mengembangkan empati dan simpatinya di masa depan. Hal yang sama dilakukan oleh Cici Desri selama masa pandemi yaitu menciptakan permainan yang dapat menstimulasi tumbuh kembang Nasifa. “Kami memahami bahwa fase membangun hubungan baru merupakan sebuah keterampilan. Si Kecil dapat menguasainya dengan dukungan yang tepat, terutama dari keluarga. Melalui interaksi sosial secara tatap muka langsung, si Kecil mampu menumbuhkan rasa kepercayaan baru dan merasakan kenyamanan berada di lingkungan barunya. Dengan begitu, saya yakin si Kecil bisa tumbuh menjadi anak hebat yang pintar, berani, dan memiliki empati tinggi,” tutup Cici.
makasih sharingnya
BalasHapusWah tips yang sangat bermanfaat nih
BalasHapusmakasih sharingnya, mbak. dalam hal pengasuhan anak ini kita sebagai orang tua harus banyak mencari ilmu ya, mbak agar bisa membesarkan anak dengan baik
BalasHapusTerimakasih insightnya, mbaak. Yang jelas pengasuhan anak itu sejatinya ya tanggung jawab ibu dan ayah yang harus dipelajari seumur hidup sih.
BalasHapusApalagi dengan berkembangnya jaman kaya gini. Orangtua harus paham benar-benar berhadapan dengan siapa dan bagaimana cara menghadapinya.
Kebanyakan orang tua masih lebih mementingakn kecerdasan pengetahuan. Tetapi semakin ke sini kita sudah belajar sedikit demi sedikit upaya meningkatkan stimulasi sosial emosional anak. Hubungan anak dengan orangtua, keluarga, saudara, teman dan lebih luas pun jadi semakin mudah dilakoni, tidak takut atau was2 deh.
BalasHapusIYa nih masa transisi setelah daring sekarang PR nya ya stimulasi sosial emosional anak buat kembali sosialisasi. Kami selalu stimulasi dengna mengasah untuk story telling, bisa juga dengan cerita kembali yang semalam di dongengin.
BalasHapusPoin mengenai: "Mengizinkan anak merasakan perasaannya, tidak apa-apa merasa sedih, kesal, atau kecewa" seringkali yang aku liat di luar sana, masih ada ibu yang malah emosi kalau liat anaknya sedih/kesal. Anak diancam kalau nangis, anak ditakut-takuti kalau kesal. Anak dimarahi kalau kecewa. Saya liatnya sedih. Padahal bukan anak aja yang diijinkan untuk merasakan perasaannya, orang dewasa, dan siapa pun itu, hal yang boleh banget merasakan perasaan tertentu. Karena kita ini sejatinya memang manusia yang punya perasaan.
BalasHapusSetujuuu, memang mengembangkan kemampuan sosial emosional anak bisa dilakukan dengan beragam aktivitas di dalam kehidupan sehari-hari. Karena stimulasi sosial emosional yang terus diasah akan menjadi dasar untuk kemampuanny berinteraksi di masa depan
BalasHapusAku sering liat nih di Instagramnya Cici Desri tentang kegiatan anak ini. Aku udah coba semampunya aja sih. Yang penting anak ada kegiatan. Bukan main gadget doang. Ternyata aktivitas yang beragam itu bisa menstimulasi sosial emosional anak juga ya.
BalasHapusSejak kecil, anak-anak harus belajar berempati ya dengan orang dan lingkungan sekitarnya, karenanya stimulasi sosial dan emosional sangat penting agar si kecil bisa tumbuh seimbang, antara kecerdasan intelektual dengan kecerdasan emosional . Seneng banget kalau bisa ikutan webinar parenting, jadi tambah pengetahui seputar tips dan kiat untuk mengoptimalkan tumbuh kembang anak.
BalasHapusIni nih kayaknya keresahan banyak orang tua di masa kayak begini. Aku juga begini ke anak-anak aku yang kecil. Pandemi membuat emosi mereka fluktuatif. Beda dengan dua kakaknya yang sudah besar. Kudu mulai menerapkan tips diatas nih biar tumbuh kembang mereka bisa optimal ya.
BalasHapusEmpati itu bisa diajarkan ya mbak. Kalau anak-anak sudah terbiasa melihat berbagai empati yang terjadi di sekelilingnya otomatis mereka akan mengcopy sendiri. Mudah-mudahan dengan mengajarkan kepedulian sosial dan mengasahnya sejak kecil mereka akan tumbuh jadi manusia Indonesia yang berkualitas. Amin
BalasHapusSalut banget sama program Danone,salah satunya memberikan cuti melahirkan selama 6 bulan dan baru tahu ternyata ayah juga dapat cuti 10 hari ya.Ini sangat membantu sekali.
BalasHapusAlhamdulillah ya mba. Aku harap gebrakan ini akan menular ke perusahaan lain. Dengan begitu semua dapat berjalan dengan nyaman dan tumbuh kembang anak juga dapat didampingi secara optimal.
HapusIya nih masa transisi ini bener2 deh ya kudu mempersiapkan mental sekaligus fisik anak, apalagi dah mulai nih banyak aktivitasnya di luar rumah gitu.
BalasHapusSetuju banget sama pola asuh kolaboratif. Pandemi kmrn juga sebenarnya ada hikmahnya, kyk ayah yg biasanya ngantor jd lbh sering di rumah krn WFH jd bisa jga bantuin jagain anak2 hehe. Pas udah gak pandemi moga bisa dipertahankan nih kolaborasinya :D
Benar banget. Cara-cara untuk mengembangkan sosial emosional anak yang bisa kita lakukan agar anak jadi hebat itu semua saya lakukan juga di rumah lho. Yah semoga meski hanya tindakan sederhana tapi dampaknya luarbiasa untuk perkembangan usia dan pertumbuhannya
BalasHapusKolaborasi orangtua sangat perlu banget ya dalam mendukung sosial emosional anak, apalagi pada saat pandemi yang akhirnya sekarang masuk masa transisi.
BalasHapusMemang kalau ingin anak nggak main gadget mlulu, harus ada kegiatan yang lainnya ya mbak
BalasHapusEmang harus kolaboratif dalam mengasuh anak
Banyak yang harus dilakukan kedua orangtua ketika berkomunikasi dengan ananda sedari kecil sehingga membentuk karakter yang baik dan bisa menjadi anak dengan tingkat kecerdasan emosional yang stabil.
BalasHapusZaman sekarang, jadi orang tua itu tantangannya semakin berat. Harus banyak belajar, enggak hanya memikirkan kecerdasan pengetahuan saja tapi juga harus paham bagaimana mengelola emosional sang anak.
BalasHapusMakasih sharingnya Mbak Aie.. Jadi pengingat bahwa kita akan terus dan terus belajar menjadi orangtua, lebih mengenal bagaimana anak-anak kita, agar kita bisa paham bagaimana kemudian mereka tumbuh dan berkembang dengan baik. Menjadi sosok yang baik, salah satunya dengan membersamai dan mendengarkan mereka.
BalasHapusIya setuju kalau anak harus memahami perasaan atau emosi yang dirasakannya termasuk rasa sedih, kecewa, marah dan tahu cara mengatasinya ya
BalasHapusaku punya anak berkebutuhan khusus apa untuk melatih social emosinya sama dengan anak biasa, atau ada teknik khusus? iya aku ngerasa banget pentingnya kolaborasi,
BalasHapusAktivitas permainan memang sangat membantu anak - terutama usia balita - 10 tahunan untuk melatih kemampuan sosial emosional dari rumah sehingga dapat mengembangkan empati dan simpatinya di masa depan.
BalasHapusDulu aku juga menciptakan permainan yang dibuat - bukan karena pelit (kata sodara sodara pelit)- tapi justru karena ingin mereka tumbuh kembang dengan fase membangun hubungan plus melatih keterampilan.
wah setuju banget sama ini "Bagi anak-anak, kebingungan menghadapi perubahan ruang dan rutinitas baru saat kembali menjalani kehidupan dan interaksi sosial dapat meningkatkan masalah sosial-emosional yang dampaknya bisa berbeda tergantung dengan usia anak dan dukungan dari lingkungannya. Gangguan perkembangan emosi dan sosial dapat mempengaruhi terjadinya masalah kesehatan di masa dewasa, seperti gangguan kognitif, depresi, dan potensi penyakit tidak menular"
BalasHapus