Aku percaya bahwa hidup adalah tentang progres, bukan sekadar usia. Maka, ketika kesempatan untuk mengikuti tes psikotes IST, Papikostik, dan Pauli datang di usia 40 tahun, aku tahu ini adalah tantangan yang harus dihadapi dengan sepenuh hati. Ini bukan sekadar tes biasa, tapi juga pembuktian bahwa aku masih memiliki kapasitas dan kemampuan yang layak diperhitungkan. Well, artikel kali ini aku berbagi pengalaman mengikuti tes psikotes di usia yang cukup cantik ini. Shall we start now ...
Persiapan: Antara Latihan dan Doa
Menghadapi psikotes di usia yang tak lagi muda tentu bukan perkara mudah. Aku menyadari bahwa daya tahan, fokus, dan konsentrasi sudah berbeda dibandingkan saat masih berusia 20-an. Oleh karena itu, aku berlatih dengan giat. Setiap hari, aku menyisihkan waktu untuk mengerjakan soal IST dan Pauli, mencoba meningkatkan kecepatan serta akurasi dalam menjawab. Setiap angka dan pola menjadi bagian dari rutinitasku. Aku juga menyelipkan doa di sela-sela usaha. Bagiku, ikhtiar harus selalu dibarengi dengan keyakinan bahwa Allah SWT sudah menyiapkan jalan terbaik.
Hari Tes: Lega dan Pasrah
Ketika hari tes tiba, aku sudah menyiapkan diri sebaik mungkin. Aku memasuki ruangan dengan keyakinan bahwa aku telah melakukan yang terbaik. Saat sesi Pauli yang terkenal melelahkan berlangsung, aku tetap fokus, memastikan bahwa angka demi angka tetap berjalan stabil. Tidak peduli usia, yang penting adalah bagaimana aku mengelola stamina dan strategi.
Begitu tes selesai, ada rasa lega yang tak terkira. Aku sudah berusaha, dan kini tinggal menyerahkan hasilnya pada Allah. Rasanya seperti beban besar terangkat dari pundakku. Aku pun berusaha mengalihkan perhatian dan menunggu hasil dengan hati yang lebih tenang.
Kabar Bahagia dan Ujian Kedua
Pada hari yang sama, hasil diumumkan. Aku dinyatakan lolos! Ya, aku berhasil melewati tes ini. Rasanya luar biasa—lega, bahagia, dan sedikit haru. Ini bukan hanya tentang aku, tapi juga pembuktian kepada atasan, rekan kerja, dan bahkan direksi bahwa aku masih memiliki kapasitas yang cukup, meskipun usiaku telah menginjak kepala empat.
Namun, euforia itu tak berlangsung lama. Dua hari kemudian, datang kabar yang cukup mengejutkan: standar nilai untuk tes Pauli dinaikkan, dari 2500 menjadi 3000. Dan meskipun skor awalku sudah melewati angka tersebut, aku tetap diwajibkan mengikuti tes ulang. Jujur saja, aku sempat kecewa. Rasanya seperti harus berlari lagi setelah mencapai garis finish. Namun, inilah hidup. Life must go on.
Bangkit dan Bersiap untuk Tes Kedua
Aku tak mau terpuruk dalam rasa kecewa terlalu lama. Jika ini memang harus dihadapi, maka aku akan kembali berlatih, kembali berusaha, dan kembali menyerahkan hasil akhirnya pada Allah. Aku meningkatkan intensitas latihan, memastikan ritmeku tetap stabil, dan lebih memperhatikan strategi dalam mengerjakan tes Pauli.
Tanggal 30 Januari 2025 menjadi momen ujian kedua. Aku datang dengan tekad bulat, memberikan usaha terbaik yang kumiliki. Aku tak ingin menyisakan penyesalan. Kali ini, aku benar-benar mengerahkan seluruh kemampuanku. Namun, satu hal yang pasti, hasil akhir bukan dalam kendaliku. Yang bisa kulakukan hanyalah berusaha dan bertawakal.
Aku percaya bahwa usaha tidak akan mengkhianati hasil. Apapun yang terjadi, perjalanan ini sudah menjadi bagian dari pembelajaran hidupku. Aku belajar tentang kesabaran, ketekunan, dan bagaimana menghadapi ujian dengan kepala tegak. Kini, aku hanya bisa menunggu hasil dengan keyakinan bahwa yang terbaik sudah ditetapkan untukku.
Dan aku siap menerima apapun itu.
Posting Komentar
Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisanku ini, bahagia deh rasanya kalo kamu bisa berkomentar baik tanpa ngasih link apapun dan enggak SPAM. :)